Korban-Korban Malpraktik Derivatif (Bagian Tiga)

Membendung Serangan UFO

Unidentified financial object (UFO), julukan ini tepat diberikan bagi produk Lehman Brothers/LB bernama LB 4,75 years USD One Shot Auto-call Principal Protected Note Series 3.
Prospektus dalam bahasa Inggris itu menyatakan produk tersebut adalah produk berdenominasi dolar AS berjangka waktu 4,75 tahun dengan potensi keuntungan tergantung dari kinerja beberapa indeks bursa saham, seperti Hang Seng China Enterprise Index, Kospi 200 Index, dan Tokyo Stock Exchange REIT Index. Pembayaran pokok bunga dilakukan sebesar 2,5% atau 10% pertahun, setelah tiga bulan dana mengendap.

Sebutan UFO pantas diberikan mengingat dalam dokumen pernyataan pelepasan hak (disclosures and disclaimers) nasabah Citibank, tertulis bahwa notes itu belum didaftarkan di Negara Republik Indonesia atau di negara Amerika Serikat, berdasarkan the United States Securities Act of 1933. Perdagangan efeknya juga belum disetujui oleh United States Commodity Exchange Act.

Notes tidak boleh ditawarkan kepada penduduk Amerika Serikat atau dalam wilayah Amerika Serikat. Notes atau kepentingan atas notes setiap waktu tidak dapat ditawarkan, dijual, dijual kembali, atau diserahkan, baik secara langsung atau tidak langsung, di AS atau kepada warga AS.”

Lihat dan simaklah bunyi kata demi kata dalam dokumen Citibank itu. Begitu jelas menggambarkan, betapa pemerintah AS sangat melindungi kepentingan warganya. Tak heran, jika seluruh rakyatnya begitu bangga terhadap negaranya dan siap mati berjuang untuk negaranya.

Di AS, negara yang melahirkan inisiator pasar bebas, Adam Smith, justru pemerintahnya aktif melindungi kepentingan warganya sejak lama. UU Sekuritisasi AS yang lahir tahun 1933 menjadi buktinya. Sedangkan Indonesia, negara yang dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan adanya amanat untuk melindungi segenap rakyatnya, justru pemerintahannya beserta otoritas regulator di sektor keuangan berakting cuek bebek, menutup mata, telinga, dan mungkin hati nuraninya.

Kasus yang dialami nasabah Citibank mungkin hanya potret kecil dari penggambaran buram tersebut. Namun, momentum kejadian yang bertepatan dengan program Ayo ke Bank kian menjadi pertaruhan bagi Bank Indonesia (BI), Bapepam-LK, dan Bapepti, untuk membuktikan sebagai lembaga yang berdiri di sisi mana dari rakyatnya.

Produk offshore, demikian BI menyebutnya sebagai pengganti dari sebutan UFO terhadap produk Lehman Brothers dan teman-temannya. Terkait hal ini, Direktur Pengawasan Bank II Bank Indonesia Endang Sedyadi mengakui bahwa produk yang dipasarkan itu belum terdaftar resmi di Tanah Air, sehingga sulit untuk membuat keputusan lebih jauh.
“Untuk produk yang belum dapat izin di sini sebagian dijalankan bank-bank asing. Makanya dalam waktu dekat, BI dan Bapepam-LK akan membuat aturan tentang produk itu, sehingga tidak sembarangan lagi bisa memasarkannya,” tegas Endang.

Dapat Peringatan
Endang Sedyadi menambahkan, bank sentral telah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penjualan produk Lehman Brothers oleh Citibank. Menurut dia, total eksposur nasabah di bank itu hampir mencapai puluhan triliun rupiah.

“Investasi di Lehman Brothers ini memang sudah mulai ramai sejak tahun lalu. Kami juga sudah memberikan peringatan ke Citibank untuk menyelesaikannya dengan nasabah,” kata dia.
Direktorat yang dipimpin Endang itu membidangi pengawasan terhadap sepuluh bank asing (kecuali Standard Chartered Bank) dan 27 bank campuran. Salah satu yang diawasi adalah Citibank, terutama yang terkait penjualan produk Lehman Brothers.

Secara intensif, Endang menuturkan, pihak bank sentral telah memperoleh laporan dari bank bersangkutan terkait negosiasinya dengan nasabah. “Mereka harus menungggu kepastian dari pusatnya Amerika Serikat, apakah akan ada tambahan dana atau tidak,” kata dia.

Negara Lain Juga Diserbu
Usut punya usut, ternyata kasus yang dialami nasabah Citibank Indonesia, juga dialami oleh nasabah bank di Singapura dan Hong Kong. Pemasaran produk UFO itupun melibatkan beberapa bank, seperti DBS Bank Singapura, Bank of East China, UBS AG, HSBC, Merrill Lynch, JP Morgan, Fidelity, Wachovia, dan lain sebagainya.

Total penjualan seluruh produk terstruktur itu sepanjang tahun lalu hampir mendekati angka US$ 70 miliar atau setara dengan Rp 840 triliun. Hong Kong Monetary of Authority (HKMA) menyebut, lebih dari 43.700 investor menjadi korban karena membeli produk di antaranya minibond Lehman Brothers. Total nilainya mencapai HK$ 20,2 miliar (US$ 2,6 miliar) dan US$ 1,6 miliar di antaranya tersangkut di minibond.

Di Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS) juga menyebut ada 11 ribu investor ritel warga Singapura yang uangnya tersangkut minibond Lehman. Nilainya mencapai Sin$ 530 juta atau setara dengan US$ 347 juta. Terakhir, otoritas Taiwan juga mengklaim jumlah nasabah yang merasa tertipu mencapai 51 ribu dengan nilai investasi mereka mencapai NT$ 40 miliar (US$ 1,2 miliar).

Beberapa produk terstruktur Lehman yang berhasil diidentifikasi adalah Sun (Stock Upside Note Securities) dan Prudents (Prudential Research Universe Diversified Equity Notes). Beberapa agen penjual lainnya juga memasarkan produk terstruktur mereka dan surat berharga dengan fitur pokok dijamin, seperti Mitts (Merrill’s Market Index Target-Term Securities), Sequins (Citigroup’s Select Equity Indexed Notes), dan Propels (Morgan Stanley’s Protected Performance Equity Linked Securities).

Melihat banyaknya korban yang jatuh, otoritas di Singapura dan Hong Kong pun bertindak. Hasilnya, Sun Hung Kai Investment Securities Ltd, salah satu agen penjual dari minibond Lehman divonis oleh HKMA agar membeli kembali obligasi itu senilai US$ 11 juta. Regulator setempat beranggapan Sun Hung tidak berbuat salah dan lalai dalam perjanjian yang dibuatnya dengan para nasabah/investor. Namun, Securities and Future Commission (SFC) menemukan bahwa berdasarkan hasil penyidikan, kemampuan uji tuntas dalam memasarkan produk UFO berikut pelatihan terhadap staf pemasarannya kurang efektif.

Sun akhirnya setuju untuk dilakukan audit independent untuk meneliti sistem kepatuhannya. Di Malaysia, MAS akhirnya memberikan vonis kepada seluruh agen penjual untuk membayar kompensasi, baik penuh maupun sebagian terhadap 58% dari total 2.974 investor. Sebanyak 43% di antaranya atau sebanyak 1.282 investor mendapat kompensasi penuh.
MAS beranggapan para investor yang menjadi korban kebanyakan berpenghasilan minim, memiliki edukasi formal yang terbatas, dan pengalaman investasinya juga tidak mahir.

Tergolong Derivatif
James J Eccleston, ahli pasar modal sekaligus pengacara membagi produk investasi terstruktur dalam tiga kategori, yakni perlindungan penuh terhadap nilai pokok investasi, perlindungan nilai pokok secara terbatas, dan tidak ada perlindungan terhadap nilai pokok investasi. Lazimnya, produk-produk terstruktur membayar bunga.

Menurut dia, produk terstruktur umumnya terdiri atas note (utang sekuritas) yang digabungkan dengan sebuah transaksi derivatif, bahkan kontrak opsi. Di AS, National Association of Securities Dealers/NASD (sekarang Financial Regulatory of Authority/Finra) yang berdiri tahun 2005 menyatakan, staf NASD mencemaskan bahwa para anggotanya tidak memenuhi kewajibannya dalam menjual instrumen-instrumen ini, terutama ke nasabah ritel.

NASD juga memperingatkan kepada para penerbit efek derivatif itu untuk tidak menggunakan peringkat kredit dalam memasarkan produk terstruktur tanpa ada peringatan terhadap bahaya risiko pasar. Bunyi peringkat kredit yang umumnya menyarankan keamanan dari nilai pokok dana yang kita investasikan seringkali keliru.

“Sebagai produk baru yang diterbitkan dari waktu ke waktu, sangatlah penting kepada para anggota kami untuk mengerahkan upaya tiap saat untuk mengakrabkan mereka dengan situasi finansial tiap nasabah, pengalaman transaksi, kemampuan untuk menanggung risiko, dan membuat langkah-langkah agar para nasabah waspada terhadap informasi terkait produk-produk tersebut,” tulis peringatan NASD.

0 comments: